Get Paid To Promote, Get Paid To Popup, Get Paid Display Banner
Home All. Diberdayakan oleh Blogger.

Kamis, 04 Oktober 2007

Reef Check Survey di Sorowako


Yayasan Reef Check Indonesia bersama tim Reef Indonesia 2007: National Geographic Indonesia, Pemkab Luwu Timur, PT Inco Sorowako, Sorowako Diving Club (SDC), Ody Dive, Trans 7, SCTV, RCTI, Kompas, dan ReefCheckers dari Jakarta dan Sorowako, melakukan Reef Check survey di Mangkasa Point, Kabupaten Luwu Timur, 26-29 Oktober 2007.

Sebelum survey, 19 penyelam telah lebih dulu disertifikasi RC EcoDiver oleh Ody Dive, salah satu Reef Check Certified Facility di Indonesia. Penyelam-penyelam ini berasal dari Jakarta, termasuk Nadine Candrawinata, Miss Indonesia 2005 dan juga penyelam dari Sorowako. “Saya cinta laut dan saya ingin orang lain juga cinta laut,” ungkap Nadine kepada media usai melakukan survey. “Menyelam itu menyenangkan,” tambah Medina Kamil, presenter Trans 7 yang menjadi buddy Nadine.

Hasil survey menunjukkan persentase tutupan karang keras (Hard Coral/HC) secara mengejutkan cukup baik, yaitu 58%, lebih tinggi dibandingkan rata-rata persentase HC selama 10 tahun RC survey di Indonesia. Namun, jumlah ikan dan invertebrata rendah. SDC sebagai klub selam setempat sangat tertarik melakukan survey berikutnya untuk mendapatkan data dan informasi yang lebih baik dan juga berinisiatif membuat sebuah proyek rehabilitasi.

Sementara itu tiga TV swasta nasional (Trans 7, SCTV dan RCTI) serta koran terkemuka Kompas ikut serta dalam kegiatan ini untuk berita dan liputan khusus.

Hal terpenting dari kegiatan ini adalah spirit bekerja bersama untuk mengangkat kesadaran dan keterlibatan dalam gerakan konservasi. Bupati Luwu Timur bahkan menunjukkan dukungannya dengan menyelam langsung untuk pertama kalinya.

Kami masih akan melakukan survey di tempat-tempat lain tahun ini. Hubungi kami atau NGI untuk keterlibatan Anda.

Penulis: Naneng Setiasih@Reef Check Indonesia 2007

Foto : Naneng Setiasih dan Salim/National Geographic Indonesia

Sudah Terbukti: Paus Bongkok di Bali, Indonesia


Pada hari Selasa (2 Oktober 2007) pukul 10 pagi yang lalu, seekor paus sepanjang 6 meter tersesat di perairan Tanah Lot di Tabanan, Bali. Paus tersebut terjerat jaring ikan, sehingga harus digiring ke pantai Kedungu untuk diselamatkan dengan memotong jaring yang melilit badannya. Setelah masyarakat dan petugas pemerintah berjuang selama beberapa jam, sekitar pukul 2 sore, sang paus akhirnya terselamatkan dan berenang kembali ke laut. Namun, identitas sang paus masih dipertanyakan, jenis apakah dia. Ada beberapa media yang menyebutnya sebagai paus biru (Balaenoptera musculus), ada juga yang menyatakan bahwa paus tersebut adalah paus pembunuh kerdil (Feresa attenuata).

Namun setelah diteliti kembali, ternyata paus yang terdampar hari Selasa lalu adalah paus bongkok (Megaptera novaeangliae atau humpback whale). Si paus ternyata masih bayi (ukuran baru lahir adalah 4-5m), dan kemungkinan terpisah dari induknya dalam perjalanan. Paus bongkok termasuk spesies yang terancam punah, tepatnya ‘Rentan’ atau ‘Vulnerable’ dalam klasifikasi IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources). Tapi yang paling menarik adalah bahwa kejadian terdampar si paus bongkok ini adalah bukti pertama adanya paus bongkok di Indonesia. Pada tahun 1997, Rudolph, Smeenk dan Leatherwood menulis sebuah paper berjudul ‘Preliminary checklist of cetacea in the Indonesian Archipelago and adjacent waters’ (‘Daftar awal paus dan lumba-lumba di Kepulauan Nusantara dan perairan sekitar’) dalam jurnal Zoologische Verhandelingen. Mereka menyimpulkan bahwa ‘Sementara belum diperoleh bukti, kami beranggapan bahwa keberadaan tiga spesies berikut ini belum dapat dikonfirmasi: Stenella coeruleoalba, Balaenoptera acutorostrata dan Megaptera novaeangliae.’ (‘Pending irrefutable evidence, we regard the occurrence of three species as still unconfirmed: Stenella coeruleoalba, Balaenoptera acutorostrata and Megaptera novaeangliae.‘). Dengan demikian, kejadian terdampar hari Selasa yang lalu (berikut foto-fotonya) menjadi bukti kuat adanya paus bongkok di perairan Nusantara.

Paus bongkok tergolong jenis paus baleen (subordo Mysticetes), yaitu paus yang memiliki baleen atau sisir-sisir keratin sebagai ganti gigi untuk menyaring makanan. Bersama dengan paus biru (Balaenoptera musculus), paus fin (Balaenoptera physalus), paus sei (Balaenoptera borealis), paus Bryde’s (Balaenoptera edeni), dan paus minke (Balaenoptera acutorostrata), paus bongkok merupakan anggota keluarga Balaenopteridae, yang juga sering disebut sebagai ‘Rorqual’. Namun, tidak seperti Rorqual yang lain yang masuk ke dalam genus Balaenoptera, paus bongkok adalah satu-satunya anggota genus Megaptera. Ciri-ciri khusus paus bongkok adalah: benjolan-benjolan pada kepala dan rahang bawah; sirip yang panjang dan berwarna putih di sisi bawah serta hitam di sisi atas untuk paus bongkok Pasifik atau putih untuk paus bongkok Atlantik; ekor bergerigi tidak teratur; dan badan yang besar, tidak seperti badan paus-paus Rorqual lain yang langsing. Identifikasi spesies ini menggunakan bentuk ekornya.

Di Australia, paus bongkok secara rutin melakukan migrasi utara-selatan dari Antarctica ke Hervey Bay dan Great Barrier Reef (di bagian timur Australia) serta dari Antarctica ke Shark Bay (di bagian barat Australia). Apakah bayi paus dan ibunya berasal dari salah satu kelompok paus di Australia Barat? Atau dari kelompok paus yang lain, yang masih belum diketahui oleh para peneliti paus dan lumba-lumba di Indonesia? Yang jelas, diperlukan lebih banyak riset untuk memahami seluk beluk spesies yang mengagumkan ini, yang para pejantannya sering unjuk kebolehan dengan menyanyi untuk menarik perhatian para betina. Selain itu, Indonesia juga harus berbangga karena kita sudah memiliki bukti keberadaan paus bongkok di perairan Nusantara.